Pengertian Lakon
Oleh : Indriyanto, S.Sn.
Menyaksikan pertunjukan wayang kulit sesungguhnya yang
dilihat adalah pertunjukan lakon. Melalui garapan lakon akan
terungkap nilai-nilai kemanusiaan yang dapat menjadi bahan perenungan (Kuwato,
2001: 102). Banyak sekali pendapat yang mendefinisikan istilah lakon,
namun berdasarkan pengertian secara umum, istilah lakon memang sering
disamakan dengan cerita. Dalam Bausastra Jawa-Indonesia, lakon diartikan
perjalanan, cerita wayang (Prawiro Atmadja, 1980: 286). Kata lakon
merupakan kosakata bahasa Jawa hasil bentukan dari kata dasar “laku”
mendapat akhiran “an”. Kata “laku” mengandung arti perjalanan.
Jadi lakon wayang adalah perjalanan cerita wayang atau rentetan
peristiwa wayang (Kuwato, 2001: 103). Buku yang berjudul Renungan Tentang
Pertunjukan Wayang Kulit tahun 1964 karangan Dr. A. Seno Sastro Amidjojo
mendefinisikan istilah lakon sebagai berikut:
Lakon (tjeritera wajang
kulit) berasal dari pangkal kata laku, jang berarti sesuatu jang sedang
berdjalan atau sesuatu “peristiwa” ataupun gambaran atau sifat kehidupan
manusia sehari-hari. Oleh karena itu lakon jang dipertontonkan itu
merupakan salah satu pokok atjara terpenting dalam suatu pertundjukan wajang
kulit (1964: 98)
Panuti Sudjiman
dalam buku suntingannya Kamus Istilah Sastra, mendefinisikan bahwa lakon
adalah karangan berbentuk drama yang ditulis dengan maksud untuk dipentaskan. Lakon
merupakan istilah lain daripada drama (1984 :46). Pendapat yang sama juga
diungkapkan oleh Riris K. Sarumpaet dalam bukunya yang berjudul Istilah
Drama dan Teater yang mendefinisikan lakon yaitu naskah yang
didramatisasi dan ditulis untuk dipertunjukkan di atas pentas oleh sejumlah
pemain. Lakon merupakan padanan kata untuk drama (1977 : 25). Sementara
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata lakon mengandung dua
pengertian; 1. peristiwa atau karangan yang disampaikan kembali dengan
tindak-tanduk melalui benda perantara hidup (manusia) atau sesuatu (boneka,
wayang) sebagai pemain; 2. karangan yang berupa cerita sandiwara (dengan gaya
percakapana langsung).
Masih berkaitan
dengan masalah lakon, dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan
bahwa:
Lakon ialah peristiwa nyata atau karangan
yang disampaikan kembali di dalam pentas dengan tindak-tanduk (mimik dan
pantomimik) melalui benda perantara hidup (manusia) atau benda mati (boneka
atau wayang) sebagai pemain. Demi kesempurnaan komunikasi dengan publik, lakon
itu dilengkapi dengan wacana timbal balik (dialog) atau tunggal (monolog)
diiringi dengan tata suara, musik (gamelan) dan cahaya. Pada lakon tradisi
diperkuat dengan antawecana sebagai prolog dan suluk. Dalam
pergelaran ini lakon dipimpin oleh dalang (sutradara) dan lakon
sendiri merupakan benda-benda mati (Hassan Sadhily, 1983: 1943).
Dalam dunia
pedalangan, pengertian lakon itu sendiri dapat mempunyai makna yang
berbeda-beda tergantung pada konteks pembicaraannya, seperti pendapat Bambang
Murtiyoso yang dikutip oleh Harijadi Tri Putranto bahwa pengertian lakon
dalam dunia pedalangan berbeda dengan pengertian lakon yang ada pada
drama dan/atau teater. Dalam drama disebut lakon kalau sudah ada
pementasan. Tetapi kalau lakon dalam pedalangan meskipun masih berujud
naskah sudah dapat dikatakan sebagai lakon (Harijadi, 1992: 7). Di kalangan
pedalangan lakon juga mempunyai tiga pengertian. Pengertian pertama, lakon
dapat mengacu pada tokoh utama dalam cerita yang disajikan. pengertian lakon
yang ini tersimpul pada pertanyaan; lakone sapa? Yakni siapa yang
menjadi pemeran utama? Pengertian yang kedua, lakon dapat berarti alur
cerita. Pengertian yang kedua ini dapat disimpulkan pada pertanyaan; lakone
kepriye? Yakni bagaimana jalan ceritanya? Pengertian ketiga mengacu pada
judul repertoar cerita yang disajikan. pengertian tersebut tersimpul dalam
pertanyaan; lakone apa? Atau lakonnya apa? (Kuwato, 1990: 7).
Dari berbagai
pengertian tentang sanggit dan lakon di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa sanggit lakon adalah suatu cara seniman dalang
dalam mengolah cerita baik dalam salah satu adegan maupun secara keseluruhan
dalam cerita (wayang). Dalam dunia pedalangan seringkali terjadi pada lakon
yang sama jika diolah atau digarap oleh dalang yang berbeda akan terjadi
perbedaan sanggit yang dipengaruhi oleh perbedaan pandangan, perjalanan
hidup, dan latar belakang kehidupan masing-masing dalang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar