Selasa, 21 April 2015

Pengertian Lakon



Pengertian Lakon

Oleh : Indriyanto, S.Sn.



Menyaksikan pertunjukan wayang kulit sesungguhnya yang dilihat adalah pertunjukan lakon. Melalui garapan lakon akan terungkap nilai-nilai kemanusiaan yang dapat menjadi bahan perenungan (Kuwato, 2001: 102). Banyak sekali pendapat yang mendefinisikan istilah lakon, namun berdasarkan pengertian secara umum, istilah lakon memang sering disamakan dengan cerita. Dalam Bausastra Jawa-Indonesia, lakon diartikan perjalanan, cerita wayang (Prawiro Atmadja, 1980: 286). Kata lakon merupakan kosakata bahasa Jawa hasil bentukan dari kata dasar “laku” mendapat akhiran “an”. Kata “laku” mengandung arti perjalanan. Jadi lakon wayang adalah perjalanan cerita wayang atau rentetan peristiwa wayang (Kuwato, 2001: 103). Buku yang berjudul Renungan Tentang Pertunjukan Wayang Kulit tahun 1964 karangan Dr. A. Seno Sastro Amidjojo mendefinisikan istilah lakon sebagai berikut:
Lakon (tjeritera wajang kulit) berasal dari pangkal kata laku, jang berarti sesuatu jang sedang berdjalan atau sesuatu “peristiwa” ataupun gambaran atau sifat kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu lakon jang dipertontonkan itu merupakan salah satu pokok atjara terpenting dalam suatu pertundjukan wajang kulit (1964: 98)

            Panuti Sudjiman dalam buku suntingannya Kamus Istilah Sastra, mendefinisikan bahwa lakon adalah karangan berbentuk drama yang ditulis dengan maksud untuk dipentaskan. Lakon merupakan istilah lain daripada drama (1984 :46). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Riris K. Sarumpaet dalam bukunya yang berjudul Istilah Drama dan Teater yang mendefinisikan lakon yaitu naskah yang didramatisasi dan ditulis untuk dipertunjukkan di atas pentas oleh sejumlah pemain. Lakon merupakan padanan kata untuk drama (1977 : 25). Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata lakon mengandung dua pengertian; 1. peristiwa atau karangan yang disampaikan kembali dengan tindak-tanduk melalui benda perantara hidup (manusia) atau sesuatu (boneka, wayang) sebagai pemain; 2. karangan yang berupa cerita sandiwara (dengan gaya percakapana langsung).
            Masih berkaitan dengan masalah lakon, dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa:
            Lakon ialah peristiwa nyata atau karangan yang disampaikan kembali di dalam pentas dengan tindak-tanduk (mimik dan pantomimik) melalui benda perantara hidup (manusia) atau benda mati (boneka atau wayang) sebagai pemain. Demi kesempurnaan komunikasi dengan publik, lakon itu dilengkapi dengan wacana timbal balik (dialog) atau tunggal (monolog) diiringi dengan tata suara, musik (gamelan) dan cahaya. Pada lakon tradisi diperkuat dengan antawecana sebagai prolog dan suluk. Dalam pergelaran ini lakon dipimpin oleh dalang (sutradara) dan lakon sendiri merupakan benda-benda mati (Hassan Sadhily, 1983: 1943).

            Dalam dunia pedalangan, pengertian lakon itu sendiri dapat mempunyai makna yang berbeda-beda tergantung pada konteks pembicaraannya, seperti pendapat Bambang Murtiyoso yang dikutip oleh Harijadi Tri Putranto bahwa pengertian lakon dalam dunia pedalangan berbeda dengan pengertian lakon yang ada pada drama dan/atau teater. Dalam drama disebut lakon kalau sudah ada pementasan. Tetapi kalau lakon dalam pedalangan meskipun masih berujud naskah sudah dapat dikatakan sebagai lakon (Harijadi, 1992: 7). Di kalangan pedalangan lakon juga mempunyai tiga pengertian. Pengertian pertama, lakon dapat mengacu pada tokoh utama dalam cerita yang disajikan. pengertian lakon yang ini tersimpul pada pertanyaan; lakone sapa? Yakni siapa yang menjadi pemeran utama? Pengertian yang kedua, lakon dapat berarti alur cerita. Pengertian yang kedua ini dapat disimpulkan pada pertanyaan; lakone kepriye? Yakni bagaimana jalan ceritanya? Pengertian ketiga mengacu pada judul repertoar cerita yang disajikan. pengertian tersebut tersimpul dalam pertanyaan; lakone apa? Atau lakonnya apa? (Kuwato, 1990: 7).
            Dari berbagai pengertian tentang sanggit dan lakon di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sanggit lakon adalah suatu cara seniman dalang dalam mengolah cerita baik dalam salah satu adegan maupun secara keseluruhan dalam cerita (wayang). Dalam dunia pedalangan seringkali terjadi pada lakon yang sama jika diolah atau digarap oleh dalang yang berbeda akan terjadi perbedaan sanggit yang dipengaruhi oleh perbedaan pandangan, perjalanan hidup, dan latar belakang kehidupan masing-masing dalang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar